NONGKRONG (?)
- AllAroundYou
- Oct 12, 2018
- 8 min read
Beragam cerita dari secangkir kopi.
Pontianak, 7.34 P.M.
Malam ini aku nemenin papa nongkrong ke salah warung kopi setelah kami menyelesaikan titipan misi dari mama. Kami *aku, adikku, dan papa* pergi kesalah satu warung kopi di Jl. Hijas. Aku lupa memperhatikan nama tempatnya tadi tapi satu yang kuingat. Nama wifinya Denny.

Kami memilih duduk di meja luar. Sesaat kami duduk, aku memesan segelas kopi susu. Sebenarnya aku gak begitu bisa minum kopi karena asam lambung yang kumiliki. Tapi tadi aku nekat, dan berujung kentut-kentut selama perjalanan pulang karena asam lambungku dengan cepat menciptakan bola-bola gas yang terasa meletup-letup diperutku dan menyebabkanku kentut-kentut *pardon my words".
Tak lama berselang setelah kami memesan minum, aku meminta adikku memesankan gorengan. But sadly, gorengan yang aku minta datangnya lamaaaa sekali, sampai-sampai aku tidak sabaran dan meminta punya adikku. Sekitar sepuluh menitan barulah pesananku datang, berbarengan dengan datangnya seorang anak perempuan yang membawa keranjang belanjaan khas supermarket berisi kira-kira dua puluhan puding dengan berbagai macam warna. Kalau diterka-terka mungkin anak itu masih berada dibangku sekolah dasar. Ya, kalau kalian adalah orang Pontianak dan gemar nongkrong di warung kopi sekitaran area gajah mada, kalian pasti tau terdapat cukup banyak orang yang bekerja sebagai penjaja kue seperti gadis kecil tadi. Mereka menjajakan kue atau makanan kecil jualan mereka dari warung kopi ke warung kopi dengan berjalan kaki, berharap makanan mereka dapat menjadi teman salah satu cangkir kopi di sana. Mama sering kali membantu membeli beberapa kue jika yang menjual adalah kakek-kakek atau anak kecil. Yup, penjaja kue di sini terdiri dari banyak kalangan. Dari yang masih belia-yang sebenarnya masih kesusahan menghitung jumlah kembalian, yang cacat hingga orang tua yang untuk berjalan satu blok saja mungkin nafasnya tidak cukup. Tapi begitulah kira-kira fenomena yang ada. Aku tidak tau apakah mereka berjualan karena kondisi yang memaksa mereka bekerja ataukah ada sosok dibalik mereka. Kadang aku bertanya-tanya, tapi mama suka bilang "apa ruginya membantu, toh gak mahal juga." So, semenjak itu aku suka membantu membeli kue-kue mereka barang satu dua bungkus. Ya, walaupun kadang ada kue yang enak dan ada juga yang rasanya pas-pasan. Tapi rasa senang ketika melihat mereka tersenyum karena menerima selembar rupiah, kurasa cukup untuk menutupi kurangnya gula pada kue itu.
Ah, kembali pada gadis tadi. Dia datang dengan keranjang belanjaan berwarna biru yang isinya masih cukup banyak dengan puding. Kutebak, pudingnya pasti tidak begitu laku. Karena secara logika pengunjung setia warung kopi itu kebanyakan laki-laki. 80%-nya "mungkin", aku gak pernah menghitung data pastinya, karena itu tidak penting .-. Dan yang kutahu *atau mungkin aku sok tahu* tidak banyak laki-laki yang suka dengan puding. Jika ada yang membelinya pun aku berani bertaruh [5ribu rupiah] mereka membelinya karena merasa kasihan dengan anak kecil itu. Because so do I. Ku pikir saat dia masuk ke warung kopi, dia akan menawarkanku untuk membeli puding warna-warninya itu. Aku sudah memegang dompetku saat itu, tapi ternyata perkiraanku salah. Ternyata dia datang karena ingin membeli gorengan. Tangan kecil dengan sigap mengambil tisu dan berteriak kepada penjaga toko untuk membeli satu gorengan. Aku kagum di situ. Walaupun aku merasa si penjaga toko dan anak kecil itu sudah saling kenal, dari cara si penjaga mengizinkan si anak kecil itu mengambil gorengannya sendiri, tapi gadis kecil itu tetap meminta izin terlebih dahulu sebelum mengambil gorengannya. Baiknya lagi, dia menunjukkan gorengan yang dia ambil sebelum membayar. Sekedar memberitahu kalau dia benar-benar hanya mengambil satu gorengan saja.
Namun tak sampai di situ saja, kekagumanku berlanjut saat tak lama kemudian ada 4 pasang kaki jenjang putih mulus berjalan ke arah warung kopi kami. Para perempuan dengan bodi-idaman-para-wanita yang dilapisi dress putih-merah dengan model serupa-tapi-tak-sama-satu-sama-lain tanpa lengan dan potongan rok tinggi yang cukup banyak menunjukkan bahwa mereka memiliki kulit seputih energen vanilla dan rambut tergerai dengan berkilau nan indah, masuk dengan langkah indahnya ke warung kopi. Untuk para pria, what a night-view. Tapi tidak untukku karena yang mencuri perhatianku bukan bodi semampai atau wajah mulus mereka, melainkan tas yang mereka bawa. Mereka berempat membawa tas yang sama persis. Tas jinjing hitam dengan list merah. Awalnya saat mereka masuk, aku kira mereka cuma para model-model yang biasanya berdiri di samping mobil-mobil mewah saat pameran otomotif, karena begitulah kira-kira bentuk mereka di mataku. Tapi, again. Tebakanku salah. Pertama si gadis kecil, sekarang si gadis besar. Huft! -_- I hate guessing now. Dengan anggun c. sasmi, eh maksudku dengan anggunnya mereka masuk dan mendekati salah satu meja terluar warung kopi ini. Meja itu berisikan 4 pria berumur atau toke-toke because they're all Chinese *bukan rasis ya, hanya berusaha mendeskripsikan dengan jelas*. And you know what? Bukannya duduk bersama toke-toke itu seperti yang pikiran negatifku bayangkan *if you know what I mean* tapi mereka ternyata hanya menawarkan rokok pada para toke yang I don't even know apa mereka masih ingat dengan umur atau enggak. Lalu para perempuan cantik itu mulai mengeluarkan *mungkin* jurus andalan mereka untuk membujuk para toke untuk membeli rokok-rokok mereka. Now I can say, what a view! Seperti yang sering kulihat di adegan sinetron-sinetron Indonesia, kalau ada bapak-bapak yang didekati oleh wanita cantik *masih muda pula, bodi mulus pula* hmmm.. mana ada yang bisa nolak. Dan benar, it happened. Mungkin kalau ibu-ibu yang sedang duduk di sana, mereka pasti akan say no. Bukan karena mereka juga wanita atau jualan rokok, tapi ya karena we know ibu-ibu gak suka sales. Karena sesaat perempuan memasuki fase ibu-ibu, mereka akan menjadi mahluk Tuhan yang sangat irit *kecuali jika mereka memang terlahir mudah tergoda atau shopaholic, itu pengecualian*. But you know reaksi apa yang aku lihat sesaat para bapak-bapak itu dikerumuni oleh wanita cantik [and pretty sexy, I forgot]? Mereka tersenyum. Tersenyum. HAHAHA para bapak itu kesenengan. Seriously, itu adalah pemandangan yang menyenangkan buatku malam ini. Lucu aja. Di sini aku dengan 100% boleh mengatakan "men all are the same". Kalau aja mereka tidak tua lalu setampan gong yoo, mungkin aku akan menganggap adegan tadi adalah drama korea. Tapi ini... yah kalian bisa bayangkan sendiri kan? Bukan bermaksud menghina, tapi memang begitu kelihatannya. Mereka kesenengan. Berusaha mengulur-ulur waktu membeli agar para wanita itu bisa 'stay' dengan mereka lebih lama.
But kekagumanku bukan terletak pada para toke dan wanita cantik [and sexy, jangan lupa] penjual rokok, melainkan pada gadis kecil penjual puding yang barusan beli gorengan. Hah?? Apa hubungannya? Di sini hubungan mereka bermulai *sorry agak drama*. Si anak kecil tadi melihat para cece *oke I'll use 'cece' now cause para-wanita-cantik-penjual-rokok is way too long and they're all Chinese too* mengerubungi para toke *sorry kalo malah terkesan kayak lalat hehe* dan ia pun ikut masuk di kerumunan itu. And guess what? Dia ikut jualan. And surprisingly, she made a good impression in front of them. And can you guess again? Dia ternyata berhasil membuat para toke itu membeli pudingnya walau hanya satu, but at least trik penjualannya jauh lebih cepat daripada para cece yang padahal menawarkan barang duluan.
Ya. Dunia ini lucu. Terkadang orang tidak sadar karena kelucuan dunia ini terletak pada hal-hal kecil di dalamnya, just like that lil girl. And, papa dan adikku melewatkan momen itu, karena mereka sibuk tenggelam dengan handphone-nya masing-masing. Luckily, aku gak bawa handphone-ku karena lagi ku charger di rumah. Jadi aku berkesempatan menyaksikan semuanya. For me, itu jauh lebih menarik dari sekedar bermain gadget. Melihat perilaku manusia, bagaimana mereka bereaksi dalam semua situasi, dan menerka-nerka apa yang mereka pikirkan, bayangkan, dan rasakan kala itu.... I....just love doing that. Seperti bisa melihat secara tidak langsung seluruh kehidupan mereka, walaupun belum tentu benar. Ya, selama aku menyaksikan keseluruhan adegan tadi, actually aku tanpa sadar membayangkan kehidupan mereka, like what always happens all times.
Oh ya, sama ada satu hal lagi yang menarik perhatianku untuk berpikir. You know, setelah para cece tadi berhasil menjualkan dagangannya pada para toke, aku pikir mereka akan beralih ke meja lainnya, tebakanku mungkin mereka akan menawarkan ke meja di belakangku. Because I think it's lil bit impossible kalau mereka akan ke meja kami karena dari tadi adikku menatap mereka dengan tatapan jangan-datang-kesini, so I think para abang-abang yang asyik bermain game sambil saling memaki di belakangku ini akan menjadi sasaran empuk para cece ini selanjutnya. But lagi lagi *kayak lagu 2PM - Again and Again* aku salah. T_T terlalu banyak kesalahan dalam satu malam ini. Ternyata cece itu malah menghampiri bapak-bapak di meja sebelahnya. Oke, mungkin cece-cece itu uda punya kriteria targetnya sendiri. Mungkin, pria berusia 30 tahun keatas yang kemungkinannya berdompet tebal lebih besar daripada abang-abang yang kerjanya cuma bisa nongkrong di warkop buat wifi-an gratis *ga gratis juga sih, dia harus beli secangkir kopi*, tapi uda bisa ketebaklah ya mana yang lebih diincar salesman, eh salesgirl sih kalo yang ini. Atau saleswoman ya? wkwk gatau ahh. Balik lagi to the story, aku masih memperhatikan si cece itu. Seperti serangannya pada toke-toke tadi, dia memulai dengan basa-basi lalu mengeluarkan jualannya itu. Hmm aku sebenarnya pengen bertaruh kalo kalo bapak-bapak itu 75% ga bakal beli jualan cece itu, atau pun kalo dia beli, itu mungkin karna terpaksa. Soalnya kan ya pesona cewek apalagi cece-cece cantik begitu susah buat ditanggal sama pria-pria biasanya. "Biasanya". And you know what? Bener donk!!! Aku bener kali iniiiiii uuyeeeyyy.. bapaknya ga beli rokok itu. HUAHAHAHA. Tau kenapa aku bisa nebak gitu? Soalnya pas pertama kali cece itu datang nyamperin doi, doi keliatan ga tertarik sama sekali. Beda dengan toke-toke yang pertama. Then I realize, kalo di meja bapak itu cuma ada secangkir kopi, hape, dan asbak rokok yang keliatan gak kepake sama sekali. Hmm.. bener kali ini itu rasanya kayak jadi sherlock holmes semenit wkwkwk. And setelah tertolak oleh si bapak *yang aku rasa dia duduk disitu bukan buat 'nongkrong' seperti yang lainnya buat menghabiskan waktu tapi karena memang ada kepentingan lain kayak ketemuan dengan orang yang mintanya di warkop atau apalah*, si cece cantik itu "akhirnya" beralih ke abang-abang di belakangku. Well disini, aku gabisa perhatiin secara seksama apa yang dilakuin cece itu buat menggaet si abang, soalnya posisi mereka berada di belakangku persis. Kan lucu ya kalo aku nengok (a.k.a melihat) ke belakang kayak orang apa gitu. Jadi kali ini aku cuma bisa nguping pembicaraan mereka dan me-reka-reka apa yang terjadi di belakang. Dan yaa.. aku cuma bisa bilang si cece kalah lagi. Mungkin bener kataku tadi, si abang ga punya budget buat beli jualannya si cece, ya walaupun si abang juga perokok keliatan dari asbaknya yang penuh abu, tapi mungkin puntung rokoknya masih banyak jadi ga perlu beli dari si cece itu dulu. Mungkin ya, mungkin. Aku cuma menebak-nebak semua kemungkinan yang ada.
Pas nyampe rumah, aku berpikir ulang tentang apa yang udah aku liat di warkop tadi. Apakah semua hal yang berbau jualan harus "menjual si penjual" juga? Coba deh dipikir, mereka menjual barang dagangan mereka tapi secara tidak langsung mereka melakukan dengan menjual pesona mereka. Well ini ga cuma berlaku buat si cece tapi buat anak kecil tadi juga. Secara, dia masih dibawah umur, tapi malah berjualan seperti itu. Malam-malam pula. Secara tidak langsungkan ini akan menimbulkan rasa iba dan membuat kita tertarik membantu membeli jualan si anak kecil itu. Sama hal nya dengan si cece, merias diri semenarik mungkin supaya orang terbius untuk membeli jualannya. *..........* Nyadar ga? Paham ga? Engga ya? Hmm gini, kesimpulannya 'terkadang' kita membeli barang-barang itu bukan karena kita perlu atau benar-benar ingin, tapi karena kita terbius oleh perasaan yang ditimbulkan oleh si penjual. Tapi itulah mungkin yang namanya marketing. Tidak hanya untuk perusahaan besar tapi juga dipakai oleh pedagang kecil. Memanfaatkan segala hal yang bisa dimanfaatkan untuk meraih keuntungan. Termasuk membuat anak-anak yang seharusnya sedang mengerjakan pr untuk sekolah besok atau membuat cece-cece membeli make-up seharga makan sebulan hanya untuk jualan dari satu warkop ke warkop lain dengan hak tinggi.
Yahhh... At the end, semua hal yang terjadi di warung kopi ini membuatku dapat menarik kesimpulan bahwa, 'everything is all about marketing'.
Comments